HUKUM RIBA DAN BUNGA BANK
A. Hukum Riba
Hukum Islam
meliputi semua aspek kehidupan kaum muslim, seperangkat kewajiban dan praktik
ibadah, shalat, tata krama dan moral, perkawinan, pewarisan, pidana, dan
transaksi komersial. Dengan kata lain, hukum Islam meliputi banyak aspek yang
dalam tradisi lain tak akan dianggap sebagai hukum. Oleh karena itulah, sebagai
hukum yang suci, hukum Islam mengandung inti keimanan Islam itu sendiri. Ibnul
Qoyyim -rahimahullah- berkata: “Islam adalah mentauhidkan Allah, beribadah
kepada Nya saja, dan tidak ada sekutu bagi Nya, iman kepada Allah dan Rasul
Nya, dan mengikuti apa yang beliau bawa. Jika seorang hamba tidak melaksanakan
hal ini, maka ia bukan Muslim. Bila ia bukan kafir mu’anid (kafir pembangkang)
maka dia kafir jahil (kafir karena bodoh). Status minimal thabaqah (tingkatan)
ini adalah mereka itu orang-orang kafir jahil yang tidak mu’anid, dan ketidak
‘inad (pembangkangan) mereka tidak mengeluarkan mereka dari status sebagai
orang-orang kafir.
Allah Ta’ala berfirman, yang
artinya:
Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaithan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba. Allah telah menghalalkan perniagaan (jual-beli)
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan), dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang senantiasa
berbuat kekafiran/ingkar, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang
yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”(Q.S. Al-Baqarah: 275-279).
Prof.Dr.Yusuf
Al-Qaradhawi dalam pengertian riba mengatakan bahwa sesungguhnya pegangan
ahli-ahli fiqh dalam membuat batasan pengertian riba dalah nash (teks)
Al-Qur’an itu sendiri. Ayat di atas menunjukkan bahwa sesuatu yang lebih dari
modal dasar adalah riba, sedikit atau banyak. Jadi, setiap kelebihan dari modal
asli yang ditentukan sebelumnya karena semata-mata imbalan bagi berlalunya
waktu adalah riba. Batasan riba yang diharamkan oleh Al-Qur’an itu sebenarnya
tidak memerlukan penjelasan yang rumit. Karena tidak mungkin Allah mengharamkan
sesuatu bagi manusia, apalagi mengancam pelakunya dengan siksa yang paling
pedih, sementara bagi mereka sendiri tidak jelas apa yang dilarang itu. Padahal
Allah telah berfirman,
“Allah telah menghalalkan
jual-beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. Al-Baqarah: 275).
Prinsip perbankan
Islam adalah menjauhkan riba dan menerapkan sistem bagi hasil dan jual beli.
Ditinjau dari bahasa Arab, riba bermakna: tambahan, tumbuh, dan menjadi tinggi.
Menurut ensiklopedi Islam Indonesia, Ar-Riba makna asalnya ialah tambah,
tumbuh, dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba ialah tambahan
uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara’, apakah
tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak, seperti yang
diisyaratkan dalam Al-Qur’an. Sedangkan dalam bahasa Inggris, riba sering
diterjemahkan sebagai “usury” yang artinya dalam The American Heritage
Dictonary of the English Language, adalah:
a.
the act of lending money at an exorbitant or illegal
rate of interest;
b.
such of an excessive rate of interest;
c.
archaic (tidak dipakai lagi, kuno, kolot, lama). The
act or practice of lending money at any rate of interest;
d.
aw, obsolete (usang, tidak dipakai, kuno). Interest charged
or paid on such a loan.
Dr. Perry
Warijo berpendapat bahwa interest dan usury pada hakikatnya adalah sama.
Keduanya berarti tambahan uang, umumnya dalam persentase. Istilah usury muncul
karena belum mapannya pasar keuangan pada zaman itu sehingga penguasa harus
menertapkan suatu tingkat bunga yang dianggap “wajar”. Namun setelah mapannya
lembaga dan pasar keuangan, kedua istilah itu menjadi hilang karena hanya ada
satu tingkat bunga di pasar sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran.
Diantara
dalil dari hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang menunjukkan akan
haramnya riba ialah hadits berikut:
Dari Shahabat
Jabir Radhiyallahu Ta’ala Anhu’ ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam telah melaknati pemakan riba, orang yang memberikan/membayar riba,
penulisnya, dan juga dua orang saksinya.” Dan beliau juga bersabda, “Mereka itu
sama dalam hal dosanya.” (H.R. Muslim).
“Satu dirham
dari hasil riba yang dimakan oleh seseorang dan ia mengetahuinya niscaya
dosanya lebih berat daripada dosa 36 (tiga puluh enam) kali berbuat zina.”
(H.R. Ahmad, dan sanadnya digolongkan shahih).
“Riba itu
mempunyai 73 pintu (dosa), di mana pintunya yang paling ringan setara dengan
(dosa) seseorang yang menikahi ibu kandungnya dan pintunya yang paling berat
setara dengan (dosa) menodai kehormatan seorang Muslim.” (H.R. al-Hakim dan ia
menshahihkannya).
Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah memerintahkan untuk mengambil yang
halal dan jelas, serta meninggalkan yang syubhat, apalagi yang jelas
keharamannya.
Dari Nu’man
bin Basyir, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya yang
halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Antara keduanya ada perkara-perkara
syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yang
menjaga diri dari perkara-perkara yang syubhat tersebut maka berarti ia telah
menjaga dien dan kehormatannya, dan barangsiapa yang terjerumus dalam perkara
yang syubhat berarti dia terjerumus kepada yang haram. Seperti seorang
penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan, lambat laun akan masuk
ke dalamnya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap raja itu memiliki daerah
larangan, sedangkan daerah larangan Allah itu adalah apa-apa yang diharamkan
Allah. Ketahuilah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal darah, apabila dia
baik, maka baiklah seluruh jasad dan apabila dia buruk maka buruklah seluruh
jasad. Dia adalah hati.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Jadi dapat
disimpulkan bahwa riba itu haram. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para
ahli ilmu mengenai hal ini. Perbedaan pendapat muncul saat para ahli ilmu
menentukan apakah bunga bank komersial/bank konvensional yang telah menjadi
sistem perekonomian dunia adalah sama dengan riba.
1.
Pendapat Yang Mengatakan Bunga Bank Bukan Riba.
Segelintir
Ulama di negara-negara Timur Tengah dan beberapa orang pakar ekonomi di negara
sekuler, berpendapat bahwa riba tidaklah sama dengan bunga bank. Seperti Mufti
Mesir Dr. Sayid Thantawi, yang berfatwa tentang bolehnya sertifikat obligasi
yang dikeluarkan Bank Nasional Mesir yang secara total masih menggunakan sistem
bunga, dan ahli lain seperti Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir. Doktor Ibrahim
dalam buku Sikap Syariah Islam terhadap Perbankan mengatakan, “Perkataan yang
benar bahwa tidak mungkin ada kekuatan Islam tanpa ditopang dengan kekuatan
perekonomian, dan tidak ada kekuatan perekonomian tanpa ditopang perbankan,
sedangkan tidak ada perbankan tanpa riba. Ia juga mengatakan, “Sistem ekonomi
perbankan ini memiliki perbedaan yang jelas dengan amal-amal ribawi yang
dilarang Al-Qur’an yang Mulia. Karena bunga bank adalah muamalah baru, yang
hukumnya tidak tunduk terhadap nash-nash yang pasti yang terdapat dalam
Al-Qur’an tentang pengharaman riba.”
Di Indonesia, pendapat yang
mengemuka adalah pendapat pakar ekonomi yang juga mantan Menteri Keuangan dan
Gubernur Bank Indonesia,
Syafruddin Prawiranegara. Dalam bukunya Benarkah Bunga Bank Riba (1993) yang
diterbitkan penerbit Ramadhan, Syafruddin berkata, “Jika bunga, walaupun dalam
bentuk yang masuk akal atau ringan, tidak dibolehkan bagi pedagang muslim, maka
larangan ini akan menempatkannya pada suatu posisi yang sangat kaku, janggal,
dan tidak menguntungkan apabila dihadapkan kepada lawannya dari Barat dan Timur
Tengah. Hal ini akan memaksa dia untuk mengikuti cara-cara yang dibuat-buat
dalam melakukan transaksi atau memberikan nama lainnya kepada bunga seperti
ongkos administrasi, hanya untuk menghindari kata riba.”
Pada halaman
43 Syafruddin berkata “…riba adalah semua bentuk keuntungan yang
berlebih-lebihan yang didapat lewat pekerjaan yang salah. Bunga yang bersifat
komersial dan normal diizinkan dalam Islam.” Selanjutnya pada halaman 36, ia
berkata, “Mengenai Al-Qur’an dan Sunnah, saya tidak mendapati satu ayat pun
dari Al-Qur’an atau hadits Nabi Muhammad yang dapat menyalahkan tafsir saya
tentang riba.”
Mohamad Hatta
berpendapat, bunga bank untuk kepentingan produktif bukanlah riba, tetapi untuk
kepentingan konsumtif riba. Mr. Kasman Singodimedjo berpendapat, sistem
perbankan modern diperbolehkan karena tidak mengandung unsur eksploitasi yang
dzalim, oleh karenanya tidak perlu didirikan bank tanpa bunga. A.Hasan Bangil,
tokoh Persatuan Islam (PERSIS), secara tegas menyatakan bunga bank itu halal
karena tidak ada unsur lipat gandanya. Prof.Dr.Nurcholish Madjid berpendapat
bahwa riba di mengandung unsur eksploitasi satu pihak kepada pihak lain,
sementara dalam perbankan (konvensional) tidaklah seperti itu. Dr.Alwi Shihab
dalam wawancaranya dengan Metro TV sekitar tahun 2004 lalu, juga berpendapat
bunga bank bukanlah riba.
2.
Pendapat Yang Mengatakan Bunga Bank Adalah Riba
Umer Chapra
mengutip Ibnu Manzur dalam kitabnya Lisan al-Arab, mengatakan bahwa pengertian
riba secara harfiah berarti peningkatan, pertambahan, perluasan, atau
pertumbuhan. Tetapi tidak semua peningkatan atau pertumbuhan terlarang dalam
Islam. Keuntungan juga menyebabkan peningkatan atas jumlah pokok, tetapi hal ini
tidaklah dilarang. Maka apa yang sebenarnya diharamkan?
Pribadi yang
sangat tepat untuk menjawab pertanyaan itu adalah Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam. Beliau melarang mengambil hadiah, jasa, atau pertolongan
sekecil apapun sebagai syarat atas suatu pinjaman. Dalam hadits riwayat Imam
Bukhari, Rasulullah bersabda, “Jika seseorang memberikan pinjaman kepada
seseorang lainnya, dia tidak boleh menerima hadiah.” Dalam hadits riwayat Imam
Baihaqi, Rasulullah bersabda, “Ketika seseorang memberikan pinjaman kepada
orang lain dan peminjam memberikannya makanan atau tumpangan hewan, dia tidak
boleh menerimanya kecuali keduanya terbiasa saling memberikan pertolongan.”
Jawaban Rasulullah ini menyamakan riba dengan apa yang lazim dipahami sebagai
bunga (bunga bank).
Jumhur
(mayoritas/kebanyakan) Ulama’ sepakat bahwa bunga bank adalah riba, oleh karena
itulah hukumnya haram. Pertemuan 150 Ulama’ terkemuka dalam konferensi
Penelitian Islam di bulan Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir
menyepakati secara aklamasi bahwa segala keuntungan atas berbagai macam
pinjaman semua merupakan praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank.[17]
Berbagai forum ulama internasional yang juga mengeluarkan fatwa pengharaman
bunga bank, yaitu:
1.
Majma’al Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI yang
diselenggarakan di Jeddah pada tanggal 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 Desember
1985;
2.
Majma’ Fiqh Rabithah al’Alam al-Islamy, Keputusan 6
Sidang IX yang diselenggarakan di Makkah, 12-19 Rajab 1406 H;
3.
Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia,
1979;
4.
Keputusan
Supreme Shariah Court, Pakistan,
22 Desember 1999;
5.
Majma’ul Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.
Walaupun Indonesia
termasuk Negara dengan penduduk mayoritas muslim yang terlambat mempromosikan
gagasan perbankan Islam,[18] namun Majelis Ulama Indonesia (”MUI”) melalui
Keputusan Fatwa Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interest/Fa’idah)
berpendapat:
1.
Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi
kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah, yaitu Riba Nasi’ah. Dengan
demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba
Haram Hukumnya;
2.
Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik
di lakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga
Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Majelis Ulama
Indonesia berpendapat demikian dengan berdasarkan pada dalil dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah, serta Kesepakatan para Ulama. Berikut petikan Fatwa MUI tentang
Bunga (Interest/Fa’idah):
“…MENGINGAT :
1.
Firman Allah SWT, antara lain :
1.
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal
di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, mendirikan
sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya
dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang-orang berhutang itu) dalam
kesukaran, berilah tangguh mereka sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Ali’Imran
[3]: 130).
2.
Hadis-hadis Nabi s.a.w., antara lain :
3.
Dari Abdullah r.a., ia berkata : “Rasulullah s.a.w.
melaknat orang yang memakan (mengambil) dan memberikan riba.” Rawi berkata:
saya bertanya:”(apakah Rasulullah melaknat juga) orang yang menuliskan dan dua
orang yang menajdi saksinya?” Ia (Abdullah) menjawab : “Kami hanya menceritakan
apa yang kami dengar.” (HR.Muslim).
4.
Dari Jabir r.a.,ia berkata : “Rasulullah s.a.w.
melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua
orang yang menyaksikan.” Ia berkata: “mereka berstatus hukum sama.” (HR.
Muslim).
5.
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Akan datang kepada umat manusia suatu masa di mana mereka (terbiasa) memakan
riba. Barang siapa tidak memakan (mengambilnya)-nya,ia akan terkena
debunya.”(HR.al-Nasa’i).
6.
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah
bersabda: “Riba adalah tujuh puluh dosa; dosanya yang paling ringan adalah
(sama dengan) dosa orang yang berzina dengan ibunya.” (HR. Ibn Majah).
7.
Dari Abdullah, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: “Riba
mempunyai tujuh puluh tiga pintu (cara, macam).” (HR. Ibn Majah).
8.
Dari Abdullah bin Mas’ud: “Rasulullah s.a.w. melaknat
orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, dua orang yang
menyaksikannya.” (HR. Ibn Majah).
9.
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah
bersabda: “Sungguh akan datang kepada umat manusia suatu masa di mana tak ada
seorang pun di antara mereka kecuali (terbiasa) memakan riba. Barang siapa
tidak memakan (mengambil)-nya,ia akan terkena debunya.”(HR. Ibn Majah).
2.
Ijma’ Ulama tentang keharaman riba dan bahwa riba
adalah salah satu dosa besar (kaba’ir) (lihat antara lain: al-Nawawi,
al-Majmu’Syarch al-Muhadzdzab, [t.t.: Dar al-Fikr, juz 9, th 391].
Yah betul banged.. perkara yang Allah Larang, Pasti akibatnya BURUK. contoh Negeri Indonesia yang mempunyai HUTANG hingga Triliunan... karena sistem RIBA yang digunakan.
BalasHapus